1. Definisi/Pengertian
Kata puisi dalam bahasa Yunani berasal dari poesis yang
artinya berati penciptaan. Dalam bahasa Inggris, padanan kata puisi ini
adalah poetry yang erat dengan –poet dan -poem.
Mengenai katapoet, Coulter menjelaskan bahwa kata poet berasal
dari Yunani yang berarti membuat atau mencipta. Dalam bahasa Yunani sendiri,
kata poet berarti orang yang mencipta melalui imajinasinya,
orang yang hampir-hampir menyerupai dewa atau yang amat suka kepada dewa-dewa.
Dia adalah orang yang berpenglihatan tajam, orang suci, yang sekaligus
merupakan filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang
tersembunyi.
Shahnon Ahmad (dalam Pradopo, 1993:6) mengumpulkan
definisi puisi yang pada umumnya dikemukakan oleh para penyair romantik Inggris
sebagai berikut.
(1) Samuel
Taylor Coleridge mengemukakan puisi itu adalah kata-kata yang terindah dalam
susunan terindah. Penyair memilih kata-kata yang setepatnya dan disusun secara
sebaik-baiknya, misalnya seimbang, simetris, antara satu unsur dengan unsur
lain sangat erat berhubungannya, dan sebagainya.
(2) Carlyle
mengatakan bahwa puisi merupakan pemikiran yang bersifat musikal. Penyair
menciptakan puisi itu memikirkan bunyi-bunyi yang merdu seperti musik dalam
puisinya, kata-kata disusun begitu rupa hingga yang menonjol adalah rangkaian
bunyinya yang merdu seperti musik, yaitu dengan mempergunakan orkestra bunyi.
(3) Wordsworth
mempunyai gagasan bahwa puisi adalah pernyataan perasaan yang imajinatif, yaitu
perasaan yang direkakan atau diangankan. Adapun Auden mengemukakan bahwa puisi
itu lebih merupakan pernyataan perasaan yang bercampur-baur.
(4) Dunton
berpendapat bahwa sebenarnya puisi itu merupakan pemikiran manusia secara
konkret dan artistik dalam bahasa emosional serta berirama. Misalnya, dengan
kiasan, dengan citra-citra, dan disusun secara artistik (misalnya selaras,
simetris, pemilihan kata-katanya tepat, dan sebagainya), dan bahasanya penuh
perasaan, serta berirama seperti musik (pergantian bunyi kata-katanya
berturu-turut secara teratur).
(5) Shelley
mengemukakan bahwa puisi adalah rekaman detik-detik yang paling indah dalam
hidup. Misalnya saja peristiwa-peristiwa yang sangat mengesankan dan
menimbulkan keharuan yang kuat seperti kebahagiaan, kegembiraan yang memuncak,
percintaan, bahkan kesedihan karena kematian orang yang sangat dicintai.
Semuanya merupakan detik-detik yang paling indah untuk direkam.
Dari definisi-definisi di atas memang seolah terdapat
perbedaan pemikiran, namun tetap terdapat benang merah. Shahnon Ahmad (dalam
Pradopo, 1993:7) menyimpulkan bahwa pengertian puisi di atas terdapat
garis-garis besar tentang puisi itu sebenarnya. Unsur-unsur itu berupa emosi,
imajinas, pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera, susunan kata, kata
kiasan, kepadatan, dan perasaan yang bercampur-baur.
2.
Unsur-unsur Puisi
Berikut ini merupakan beberapa pendapat mengenai
unsur-unsur puisi.
(1) Richards
(dalam Tarigan, 1986) mengatakan bahwa unsur puisi terdiri dari (1) hakikat
puisi yang melipuiti tema (sense), rasa (feeling), amanat (intention),
nada (tone), serta (2) metode puisi yang meliputi diksi, imajeri, kata
nyata, majas, ritme, dan rima.
(2) Waluyo
(1987) yang mengatakan bahwa dalam puisi terdapat struktur fisik atau yang
disebut pula sebagai struktur kebahasaan dan struktur batin puisi yang berupa
ungkapan batin pengarang.
(3) Altenberg
dan Lewis (dalam Badrun, 1989:6), meskipun tidak menyatakan secara jelas
tentang unsur-unsur puisi, namun dari outline buku mereka bisa
dilihat adanya (1) sifat puisi, (2) bahasa puisi: diksi, imajeri, bahasa
kiasan, sarana retorika, (3) bentuk: nilai bunyi, verifikasi, bentuk, dan
makna, (4) isi: narasi, emosi, dan tema.
(4) Dick Hartoko
(dalam Waluyo, 1987:27) menyebut adanya unsur penting dalam puisi, yaitu unsur
tematik atau unsur semantik puisi dan unsur sintaksis puisi. Unsur tematik
puisi lebih menunjuk ke arah struktur batin puisi, unsur sintaksis menunjuk ke
arah struktur fisik puisi.
(5) Meyer
menyebutkan unsur puisi meliputi (1) diksi, (2) imajeri, (3) bahasa kiasan, (4)
simbol, (5) bunyi, (6) ritme, (7) bentuk (Badrun, 1989:6).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa unsur-unsur puisi meliputi (1) tema, (2) nada, (3) rasa, (4) amanat, (5)
diksi, (6) imaji, (7) bahasa figuratif, (8) kata konkret, (9) ritme dan rima.
Unsur-unsur puisi ini, menurut pendapat Richards dan Waluyo dapat dipilah
menjadi dua struktur, yaitu struktur batin puisi (tema, nada, rasa, dan amanat)
dan struktur fisik puisi (diksi, imajeri, bahasa figuratif, kata konkret,
ritme, dan rima).
Berdasarkan pendapat Richards, Siswanto dan Roekhan
(1991:55-65) menjelaskan unsur-unsur puisi sebagai berikut.
3. Struktur
Fisik Puisi
Adapun struktur fisik puisi dijelaskan sebagai
berikut.
(1) Perwajahan
puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi
kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak
selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal
tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
(2) Diksi, yaitu
pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi
adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak
hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata
dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Geoffrey (dalam Waluyo, 19987:68-69) menjelaskan bahwa bahasa puisi mengalami 9
(sembilan) aspek penyimpangan, yaitu penyimpangan leksikal, penyimpangan
semantis, penyimpangan fonologis, penyimpangan sintaksis, penggunaan dialek,
penggunaan register (ragam bahasa tertentu oleh kelompok/profesi tertentu),
penyimpangan historis (penggunaan kata-kata kuno), dan penyimpangan grafologis
(penggunaan kapital hingga titik)
(3) Imaji, yaitu
kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi,
seperti penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi
tiga, yaitu imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba
atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan
melihat, medengar, dan merasakan seperti apa yang dialami penyair.
(4) Kata
kongkret, yaitu kata yang dapat ditangkap dengan indera yang memungkinkan
munculnya imaji. Kata-kata ini berhubungan dengan kiasan atau lambang. Misal
kata kongkret “salju: melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, dll.,
sedangkan kata kongkret “rawa-rawa” dapat melambangkan tempat kotor, tempat
hidup, bumi, kehidupan, dll.
(5) Bahasa
figuratif, yaitu bahasa berkias yang dapat menghidupkan/meningkatkan efek dan
menimbulkan konotasi tertentu (Soedjito, 1986:128). Bahasa figuratif
menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya
akan makna (Waluyo, 1987:83). Bahasa figuratif disebut juga majas. Adapaun
macam-amcam majas antara lain metafora, simile, personifikasi, litotes, ironi,
sinekdoke, eufemisme, repetisi, anafora, pleonasme, antitesis, alusio, klimaks,
antiklimaks, satire, pars pro toto, totem pro parte, hingga paradoks.
(6) Versifikasi,
yaitu menyangkut rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada
puisi, baik di awal, tengah, dan akhir baris puisi. Rima mencakup (1) onomatope
(tiruan terhadap bunyi, misal /ng/ yang memberikan efek magis pada puisi
Sutadji C.B.), (2) bentuk intern pola bunyi (aliterasi, asonansi, persamaan
akhir, persamaan awal, sajak berselang, sajak berparuh, sajak penuh, repetisi
bunyi [kata], dan sebagainya [Waluyo, 187:92]), dan (3) pengulangan
kata/ungkapan. Ritma merupakan tinggi rendah, panjang pendek, keras lemahnya
bunyi. Ritma sangat menonjol dalam pembacaan puisi.
4. Struktur
Batin Puisi
Adapun struktur batin puisi akan dijelaskan sebagai
berikut.
(1) Tema/makna (sense);
media puisi adalah bahasa. Tataran bahasa adalah hubungan tanda dengan makna,
maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna
keseluruhan.
(2) Rasa (feeling),
yaitu sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya.
Pengungkapan tema dan rasa erat kaitannya dengan latar belakang sosial dan
psikologi penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin,
kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan
psikologis, dan pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketepatan dalam
menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyairmemilih
kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi saja, tetapi lebih banyak
bergantung pada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan kepribadian yang
terbentuk oleh latar belakang sosiologis dan psikologisnya.
(3) Nada (tone),
yaitu sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan
rasa. Penyair dapat menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja
sama dengan pembaca untuk memecahkan masalah, menyerahkan masalah begitu saja
kepada pembaca, dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca, dll.
(4) Amanat/tujuan/maksud
(itention); sadar maupun tidak, ada tujuan yang mendorong penyair
menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair
menciptakan puisi, maupun dapat ditemui dalam puisinya.
5.
Jenis-jenis Puisi
Puisi adalah
bentuk karangan yang terkikat oleh rima, ritma, ataupun jumlah baris serta
ditandai oleh bahasa yang padat. Menurut zamannya, puisi dibedakan atas puisi
lama dan puisi baru.
1. Puisi Lama
Puisi lama
adalah puisi yang terikat oleh aturan-aturan. Aturan- aturan itu antara lain :
- Jumlah kata dalam 1 baris
- Jumlah baris dalam 1 bait
- Persajakan (rima)
- Banyak suku kata tiap baris
- Irama
1. Ciri-ciri
Puisi Lama
a) Merupakan puisi rakyat yang tak dikenal nama
pengarangnya.
b) Disampaikan lewat mulut ke mulut, jadi merupakan
sastra lisan.
c) Sangat terikat oleh aturan-aturan seperti jumlah
baris tiap bait, jumlah suku
kata
maupun rima.
2. Jenis
Puisi Lama
Yang termasuk puisi lama adalah :
a) Mantra adalah ucapan-ucapan yang dianggap memiliki
kekuatan gaib.
b) Pantun adalah puisi yang bercirikan bersajak
a-b-a-b, tiap bait 4 baris, tiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, 2 baris
awal sebagai sampiran, 2 baris berikutnya sebagai isi. Pembagian pantun
menurut isinya terdiri dari pantun anak, muda-mudi, agama/nasihat, teka-teki,
jenaka.
c) Karmina adalah pantun kilat seperti pantun tetapi
pendek.
d) Seloka adalah pantun berkait.
e) Gurindam adalah puisi yang berdirikan tiap bait 2
baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat.
f) Syair adalah puisi yang bersumber dari Arab dengan
ciri tiap bait 4 baris, bersajak a-a-a-a, berisi nasihat atau cerita.
g) Talibun adalah pantun genap yang tiap bait terdiri
dari 6, 8, ataupun 10 baris.
2. Puisi Baru
Puisi baru bentuknya lebih bebas daripada puisi lama
baik dalam segi jumlah baris, suku kata, maupun rima.
1. Ciri-ciri Puisi Baru
a) Bentuknya rapi, simetris;
b) Mempunyai persajakan akhir (yang teratur);
c) Banyak mempergunakan pola sajak pantun dan syair
meskipun ada pola yang lain;
d) Sebagian besar puisi empat seuntai;
e) Tiap-tiap barisnya atas sebuah gatra (kesatuan
sintaksis)
f) Tiap gatranya terdiri atas dua kata (sebagian
besar) : 4-5 suku kata.
2.
Jenis-jenis Puisi Baru
Menurut
isinya, puisi dibedakan atas :
a) Balada
adalah puisi berisi kisah/cerita
b) Himne
adalah puisi pujaan untuk Tuhan, tanah air, atau pahlawan
c) Ode
adalah puisi sanjungan untuk orang yang berjasa
d) Epigram
adalah puisi yang berisi tuntunan/ajaran hidup
e) Romance
adalah puisi yang berisi luapan perasaan cinta kasih
f) Elegi
adalah puisi yang berisi ratap tangis/kesedihan
g) Satire
adalah puisi yang berisi sindiran/kritik
Sedangkan
macam-macam puisi baru dilihat dari bentuknya antara lain:
a) Distikon
b) Terzina
c) Quatrain
d) Quint
e) Sektet
f) Septime
g)
Oktaf/Stanza
h) Soneta