Inilah saya mahasiswa
yang jauh dari keluarga yang tidak terlalu mentereng dalam hal akademis. Latar
belakang inilah yang membuat kehidupan mahasiswa mempunyai kesan, betapa
menyedihkannya menjadi seorang mahasiswa. Namun tentu saja kami percaya jika
segala keterbatasan itu tak lantas membatasi dan menghalangi impian dan ruang
kreatifitas. Karena mahasiswa dibentuk bukanlah sekedar mengejar ijazah dan
gelar sarjana, kalau pun demikian. Apalah arti sarjana jika hanya datang dan
pulang???... apalah arti sarjana jika terbelenggu dengan sekat sekat
akademis???... lalu apalah arti sarjana jika pada akhirnya membatasi Impian dan
Ruang Kreatifitas???...
Sebuah
keberuntungan yang kemudian saya syukuri adalah bahwa saya lahir dan di bentuk
dari keterbatasan. Hal ini mengajarkan saya bagaimana mencintai sebuah
kesedihan. Ada satu hal yang kerap kali diabaikan oleh orang-orang atas
keadaannya... Mereka sibuk atas dirinya sendiri... kemudian entah sengaja atau
tidak melupakan orang-orang disekitarnya... Hal ini lah yang kemudian menjadi
sebuah alarm yang membuka ingatan saya akan kenyataan dan keadaan, bahwa
ternyata masih begitu banyak orang yang jauh lebih pantas di perhatikan
daripada keadaan saya sendiri. Tentu saja hal ini tidak lantas membuat saya
mengklaim diri saya sebagai orang-orang yang bermoral baik, ini bukanlah
apa-apa... hanya sebuah cara saya untuk minimal membuka kesadaran dan kepekaan
saya terhadap sesama yang disebut dengan istilah Memanusiakan Manusia.
Terlepas
dari tingkat kepekaan dan kepedulian, pada dasarnya semua orang itu sama, barangkali
yang membedakaan hanyalah hal besar yang ada di kepala mereka. Butuh keberanian
dan pengorbanan untuk memperjuangkan apa yang benar-benar diimpikannya. Atas
dasar inilah saya menciptakan sejarah masa muda saya sendiri, dalam rangka
untuk menyelamatkan ingatan saya ketika tua nanti.
Saya lantas harus berterima kasih kepada
Allah SWT, yang telah menjatuhkan garis takdir saya sebagai mahasiswa yang
tumbuh dalam keterbatasan, satu hal yang saya tau sebagai mahasiswa yaitu mampu
membuat karya untuk kemaslahatan umat, dan kepuasan yang paling sederhana barangkali
adalah, ketika karya itu di apresisasi dengan apapun bentuk dan caranya. Alasan
inilah yang kemudian menjadikan saya tidak memperkenankan diri menjadi bodoh,
dengan mengecewakan orang-orang yang sudah berkenan mengapresiasi karya saya.
By : Gie
0 comments:
Post a Comment