Semoga Anda tidak bosan dengan artikel
tentang Steve Jobs.kali ini mahasiswa muda ingin kembali mengunjungi sosok hidup, yang telah
meninggal, dari Steve Jobs, pendiri dan reformis perusahaan Apple. Tapi ini
bukan sekedar kunjungan, melainkan suatu upaya untuk belajar lebih jauh tentang
cara berpikir yang mendasari keputusan-keputusan hidupnya.
Seperti
dicatat oleh Gene Marks di dalam majalah Forbes, Jobs, jelas, adalah seorang
jenius dalam bidang pengembangan teknologi alat komunikasi. Namun kunci utama
kesuksesannya bukanlah karena dia kreatif, brilian, dan pekerja keras,
setidaknya bukan hanya itu. Kuncinya – menurut Marks- adalah karena dia adalah
orang brengsek. Jobs adalah
seorang wirausahawan yang kreatif,
brilian, pekerja keras, dan... brengsek. Jangan marah dulu. Saya jelaskan lebih
jauh.
Menurut
kesaksian orang-orang yang telah bekerja dengannya, Jobs adalah pemimpin yang
otoriter. Dia menerapkan sensor bagi semua informasi yang keluar dari
perusahaannya. Semua aktivitas perusahaan membutuhkan persetujuan langsung dari
Jobs. Tidak boleh ada yang lolos dari pengamatannya.
Produk-produk
Apple memang menghubungkan kita semua dengan dunia yang penuh dengan informasi.
Namun di dalam perusahaan Apple sendiri, ide-ide tidak boleh diekspresikan dan
diterapkan dengan bebas, melainkan harus lewat sensor yang telah dibuat oleh..
siapa?.. Steve Jobs. Di dalam tulisan sebelumnya yang berjudul Filsafat Steve
Jobs, Saya mengutip motto Apple, yakni “Untuk orang-orang yang merasa tidak pas
dengan komunitasnya, para pemberontak, para pembuat masalah...” Sayangnya di dalam
perusahaan Apple, mereka semua harus tunduk pada perintah dan kebijakan Jobs.
Tidak
boleh ada pemberitaan jelek tentang Apple. Semuanya harus dikontrol oleh Jobs.
Banyak orang menuduh bahwa Jobs menentang kebebasan berekspresi dan
berpendapat. Namun ia tidak peduli, karena itu, Saya menyebutnya sebagai orang
brengsek.
Itu
satu sisi. Sisi lainnya ternyata sikap brengsek itu merupakan bentuk dari
ketegasan dan integritas pada apa yang ingin dicapai. Jika Anda menerapkan
kontrol atas produk dan aktivitas perusahaannya, seperti yang telah Jobs
lakukan, mungkin Anda bisa lebih berhasil dari sekarang ini. Ingat kontrol,
sensor, dan ketegasan tidak selamanya buruk.
Marks
bahkan menulis bahwa di Apple amat terasa kultur ketakutan di antara para
pekerjanya. Kontrol amat ketat diterapkan pada semua informasi yang beredar di
dalam, maupun keluar. Bahkan Apple memiliki apa yang disebut sebagai Apple’s
Worldwide Loyalty Team. Tugasnya adalah memburu setiap bocoran informasi, dan
menyelidiki isi notebook maupun komputer orang yang dicurigai. Wuiiih..
Bahkan
Apple memiliki agen keamanan yang pernah menggeledah rumah orang di San
Fransisco terkait dengan hilangnya prototipe iPhone yang belum beredar. Tidak
hanya itu agen keamanan tersebut juga mengancam keluarga orang terkait dengan
masalah imigrasi. Artinya ada kemungkinan orang itu, dan keluarganya, didepak
keluar dari Amerika Serikat. Ini mimpi buruk bagi para imigran.
Marks
menyebut mereka sebagai Apple’s Gestapo. Artinya polisi rahasia Apple, seperti
NAZI Jerman pernah mempunyai polisi rahasia untuk mengontrol bangsa Jerman
maupun jajahannya. Ini semua bagian dari mekanisme kontrol yang amat ketat,
yang ada di dalam Apple. Hmm.. serem juga yah...
Filsafat
kerja Jobs adalah kontrol, kontrol, dan kontrol. Soal ini ia bisa menjadi orang
yang amat brengsek. Bahkan ia tak segan menyerang media massa yang memberitakan
hal-hal jelek tentang diri maupun perusahaannya. Jobs punya sekelompok
pengacara yang siap menuntut reporter yang membuka informasi rahasia terkait
dengan perusahaannya.
Namun
apakah itu semua hal buruk? Coba perhatikan bahwa di dalam bisnis, semua bentuk
kejutan, terutama kejutan yang menyebalkan, harus sedapat mungkin dikontrol.
Semua hal terkait dengan produk dari perusahaan, apapun perusahaannya, harus
dikontrol secara cermat.
Kita
tidak hidup di surga. Banyak pencuri ide dan perusak nama baik berkeliaran di
masyarakat. Sebagai seorang pengusaha –demikian tulis Marks- tentu saja Anda
ingin agar produk Anda disebarkan dan disampaikan ke masyarakat dengan
cara-cara yang Anda sendiri tentukan bukan? Semua ini perlu kontrol. Dan untuk
menjadi seorang pengontrol yang hebat, Anda seringkali perlu menjadi orang
brengsek.
Jobs
adalah seorang pengontrol ulung. Ia adalah pemimpin yang otoriter. Namun semua
itu dilakukan demi kebaikan dari perusahaannya, produk-produknya, pemegang
sahamnya, pekerjanya, rekannya, dan terlebih.. pelanggannya. Ia bersedia dicap
sebagai orang brengsek, bahkan dibenci, demi kebaikan dari orang-orang yang
telah mempercayainya.
Bahkan
seperti dicatat oleh Marks, produk-produk Apple mayoritas dibuat di Cina. Di
dalam pabrik-pabrik Apple di Cina seringkali ditemukan anak-anak di bawah umur
yang telah bekerja dengan gaji rendah untuk jam kerja yang amat panjang. Jadi
mayoritas produk-produk Apple berpartisipasi di dalam penindasan kaum buruh di
Cina. Jobs jelas tahu soal ini. Namun ia diam saja. Ia memang brengsek.
Tapi
tunggu dulu. Apakah Jobs salah? Di satu sisi ia memang salah. Ia ingin
meningkatkan keuntungan perusahaan dengan memindahkan pabriknya ke tempat, di
mana tenaga kerja manusia murah, yakni Cina. Jobs jelas tidak peduli. Cita-cita
tertingginya adalah memberikan kepuasan pada semua pelanggannya, dan kepada
pemegang saham perusahaannya.
Sebagaimana
dicatat Marks, Jobs juga bukan orang yang baik di dalam hidup sehari-harinya.
Ia seringkali meremehkan orang lain, menyumpahnya dengan kasar, dan menekan
serta memaksa mereka, sampai mereka bekerja melampaui titik batas kemampuannya.
Untuk menciptakan produk-produk yang indah dan unggul, Jobs melupakan semua
sikap baik dan empati, serta fokus untuk memaksa orang bekerja untuk melampaui kemampuan
normal dirinya. Di dalam proses itu, ia tak segan menyumpah dengan kasar. Hmm..
terlihat seperti sikap orang brengsek.
Namun
tunggu dulu. Andai kata Saya –dan juga Anda- bisa seperti Jobs, mungkin kita
bisa lebih berhasil dari sekarang. Kita bisa mengajak – dan memaksa- orang
untuk belajar, dan berprestasi di luar kemampuan normalnya. Di dalam proses
itu, kita menghasilkan produk-produk yang indah dan berguna, serta membantu
mengubah dunia jadi tempat yang lebih baik untuk lebih banyak orang.
Jadi sikap brengsek itu perlu untuk
menjadi pemimpin yang baik. Dan untuk menjadi pemimpin yang brengsek, Anda
perlu memiliki kepercayaan diri yang tinggi. Jika Jobs tidak memiliki
kepercayaan diri yang cukup tinggi untuk menjadi pemimpin yang brengsek
(otoriter sekaligus visioner), bisakah ia mencapai keberhasilan seperti
sekarang?
Di
dalam hidup sehari-hari, banyak orang, termasuk juga Saya, bersikap terlalu
baik, dan takut pada konfrontasi. Padahal itu bukanlah sikap seorang pemimpin.
Itu adalah sikap artis, yakni menyenangkan semua orang. Kita berperan menjadi artis,
padahal tugas utama kita adalah memimpin.
“Mereka
yang memiliki kepercayaan diri untuk menjadi orang brengsek, seperti Jobs,
adalah orang-orang yang memberikan diri mereka sendiri kesempatan lebih besar
untuk menjadi sukses,” demikian tulis Marks. Tentu saja sikap brengsek tidaklah
cukup, melainkan harus dibarengi dengan visi yang jelas, kerja keras, dan
kreativitas tanpa batas. Pada akhirnya pelangganlah yang berbicara, apakah
mereka puas atau tidak pada produk yang ditawarkan oleh perusahaan.
Satu
lagi sikap buruk Steve Jobs. Ia dituduh tidak punya kepedulian sosial. Ia tidak
pernah memberikan bantuan sosial pada siapapun, walaupun kekayaannya sudah
lebih dari 7 biliun dollar AS. Seperti dicatat oleh Marks, setelah ia menutup
program filantropik Apple pada 1997, Jobs tidak pernah membukanya kembali,
walaupun keutungan Apple sudah amat besar.
Tapi
itu semua berubah, setelah ia meninggal. Konon seperti ditulis oleh Marks, Jobs
melepaskan semua kekayaannya untuk kepentingan sosial. Tapi pada hemat Saya
bukan itu soalnya. “Yang terpenting dalam hidup adalah bagaimana kita
menggunakan waktu kita di dunia ini, bukan seberapa banyak kita memberikan uang
pada orang lain. Yang paling penting dalam hidup adalah seberapa banyak
kekuatan dan keberanian yang kita berikan untuk melawan semua
pandangan-pandangan sinis, menantang pikiran-pikiran dangkal, melawan
orang-orang yang menentang mimpi mimpi kita, berjuang untuk menciptakan
keajaiban bagi kebaikan orangorang banyak, dan mendorong potensi umat manusia
semaksimal mungkin,” begitu kata Jobs.
Anda
mungkin sudah punya visi yang jelas, sudah kreatif, dan sudah bekerja keras.
Namun mungkin Anda belum berhasil, karena Anda belum menjadi orang brengsek,
sebagaimana dicontohkan oleh Steve Jobs. Anda belum berhasil karena Anda masih
berperan sebagai artis dalam bisnis, dan belum menjadi seorang pemimpin. Fokus
Anda masih menyenangkan semua orang, dan belum untuk mengubah dunia.
Ini
juga bisa jadi catatan untuk kepemimpinan nasional kita. Presiden bertugas
memimpin bangsa, termasuk mendorong para menteri dan bawahannya untuk bekerja
secara maksimal melampaui kemampuan normalnya, serta menerapkan kontrol yang
kuat pada penggunaan dana kabinetnya, sehingga tidak terjadi korupsi, sekecil
apapun. Untuk menjalankan itu semua, Presiden perlu untuk berperan menjadi
orang “brengsek”, seperti yang dicontohkan oleh Jobs. Setuju?
Sumber buku menjadi pemimpin sejati
karya Reza A.A Wattimena
0 comments:
Post a Comment